Entri Populer

Senin, 31 Januari 2011

Palembangku; Indah dibawah, namun tak seindah di atas.



Tidak bisa di pungkiri keberhasilan kota Palembang saat ini memang patut di ajungi jempol, lihat saja dengan banyaknya piala Adipura yang berjejer menghiasi citra kota Palembang sebagai kota yang Bersih, ditambah lagi pada Tahun 2010 silam, Salah satu taman kota, Taman Kambang Iwak, dicap menjadi taman terbaik di Indonesia. Jadi sudah sangat wajar jika Pemerintah kota Palembang berdikari untuk menjadikan kota tua ini sebagai kota terbersih di Asia Tenggara.

Keberhasilan ini tidak terpisahkan dari kinerja Pemkot yang terus melakukan pembenahan di sana – sini. Pembukaan PON tahun 2004 silam dijadikan momentum bangkitnya kota Palembang dari keterpurukan, alhasil kota Palembang yang sering kali di citrakan sebagai kota dengan kriminalitas tinggi dan kebersihannya yang kurang terurus sebelum tahun 2000an, berubah menjadi kota internasional yang berbudaya, religius dan mandiri, di tambah lagi dengan momen Sea Games mendatang, titik keberhasilan kota Palembang di dengungkan tak lama lagi bakal terwujud.

Namun seribu sayang, kondisi kota yang “bersih” ini bertolak belakang dengan yang ada di angkasa, jika kita cermat memperhatikannya lihatlah betapa banyaknya pohon – pohon di kota ini yang tidak terawat alias “semberawut”.

Salah satu contoh tersebut dapat kita temui di Jl. Dani Effendi, di sepanjang jalan disana terlihat jelas bahwa pohon – pohon berusia panjang itu tampak seperti pohon setengah mati, hal ini di karenakan kondisi pelepah pohon yang dapat roboh sewaktu – waktu jika di terpa angin, “saya menyayangkan dengan sikap Pemerintah kita, keadaan seperti ini jelas sangat bertolak belakang dengan dapatnya piala Adipura di kota Palembang,” ujar Aan warga 20 ilir yang ditemui saat melintas di jalan tersebut.

Menurut Aan, sepatutnya Pemerintah kita malu kepada citra yang di cap di kota ini sebagai kota yang “Bersih”, apalagi dengan banyaknya kota tetangga yang melakukan Study banding di kota tua ini, sudah sewajarnya jika Pemkot mampu untuk bertindak lebih teliti lagi dalam memperhatikan kondisi saat ini, “sayangnya keindahan di kota ini seperti tidak di perhatikan, contohnya saja pohon – pohon disini, seperti tidak terurus,” ungkapnya.

Sebaiknya kata Aan, Pemerintah kita jangan hanya membersihkan kondisi jalan utama pantauan Adipura saja, namun justru menurutnya Pemerintah juga harus memperhatikan secara seimbang kondisi yang lain selain jalanan, misalnya kondisi pohon dan sungai, “memang itu tidak termasuk dalam penilaian Adipura, namun kita berarap Pemerintah kita dapat menepati komitmennya untuk menjadikan kota ini menjadi kota yang bersih, sesuai dengan komitmen yang mereka (Pemerintah) usung,” ujarnya.

Sri; Setiap Gayuh Becak Mini, Membawa Rezki.

Tidak seperti kebanyakan becak pada umumnya, becak mini yang tengah digemari anak – anak ini memang di rancang khusus untuk ukuran anak – anak dibawah 10 tahun, lihat saja ukurannya yang berukuran separuh dari becak kebanyakan dan roda yang dipakai pun berasal dari roda sepeda mini agar ringan dikayuh, namun jika kita awas melihat situasi yang ada, jelas keberadaan becak mini ini sangat menguntungkan, seperti hal yang dilakukan oleh Sri (28) yang mengaku bahwa kehidupannya tergantung dengan becak mungil tersebut.

Sri yang merupakan warga Jl. Sandiwelang ini mengatakan, dalam satu hari ia mampu meraup keuntungan sampai dengan Rp. 50 ribu, itupun tergantung dari situasi yang ada, jika musim penghujan datang ataupun jika matahari terlalu menyengat tubuh pundi – pundi keuntungan yang di hasilkan juga semakin sedikit, “tergantung dengan keadaan cuaca juga, biasanya kalau hari hujan atau hari terlalu panas, paling besar saya mendapatkan uang sebesar Rp. 25 ribu, malahan kadang juga kurang dari situ,” terangnya.

Ia mengungkapkan, semenjak ditinggalkan oleh Almarhumnya 3 tahun yang lalu, yakni tahun 2008 silam, semenjak itu pula ia mulai melirik dunia becak mini untuk dijadikan tumpuannya mencari nafkah, hal ini dilakukannya demi menghidupi anak semata wayangnya bernama Iqbal (5) yang masih duduk di taman kanak – kanak, “saya pikir, jika saya berjualan makanan kalau tidak laku nanti akan basi, apalagi sejak saya pergi ke tempat orang tua saya (di jawa) saya tertarik dengan becak mini, sebab antusiasme anak – anak di sana sangat baik sekali dengan adanya becak mini ini,” ujar Sri saat di temui di blok Rusun 24 ilir kemarin (27/1).

Bermodal uang sebesar Rp 2 juta dari sisa peninggalan almarhum suaminya, Sri nekad menghabiskan uang tersebut untuk membeli 4 buah becak mini yang di bawa dari Jawa ke Palembang, namun hal tersebut tidak sia – sia, bak gayung bersambut dengan 4 buah becak mini yang dimilikinya sekarang, ia mampu menghidupi dirinya serta anaknya, “alhamdullilah, ternyata antusiasme anak – anak di Palembang sama besar seperti di Jawa,” beber Sri.

Namun dalam menjalankan sebuah usaha tidak selamanya berjalan mulus, 4 buah becak mini yang dimilikinya ini pun mengalami nasib yang serupa, terkadang kata Sri becak miliknya ini sering mengalami kerusakan seperti, pecah ban, putus rantai, dll, “ kalau kerusakkannya tidak terlalu berat, biasanya saya membetulkannya sendiri, namun jika sudah sangat parah maka terpaksa harus di bawa ke bengkel,” kata Sri sambil melirik jam di tangannya untuk memastikan bahwa tidak ada kelebihan atau kekurangan waktu yang di kenakan bagi setiap anak yang menyewa becak mini punyanya.

Untuk satu unit becak mini sendiri, anak – anak hanya dikenakan sebesar Rp 1000/jam, dalam waktu penyewaan tersebut kata Sri, setiap anak diperbolehkan mengayuh becak tersebut kemana saja, asalkan tidak ke tempat – tempat berbahaya seperti halnya membawa becak ke jalan raya.

Hal senada diungkapkan oleh Andi (10), siswa kelas 5 SD ini mengatakan, bahwa dirinya senang mengayuh becakmini tersebut. Bersama rekan – rekannya Dimas, Rizki, dan Gilang, Andi mengungkapkan, selain mengeluarkan uang untuk menyewa becak mini perjam-nya, ia pun dapat menghasilkan uang dengan mengayuh becak yang berukuran mungil tersebut, “kadang kami juga menarik penumpang seperti halnya jika ada adik – adik yang mau pergi ke masjid untuk mengaji, sekali tarik kita kasih tariff sebesar Rp 500,” imbuhnya.

Uang yang dihasilkan dari menarik penumpang tersebut, kata Andi digunakan untuk menambah uang saku untuk kesekolah, namun lanjutnya, mengayuh becak mini ini hanya dianggap sebagai “iseng – iseng” saja, pasalnya Andi mengatakan, Pendidikan tinggi merupakan prioritas utama, “iseng – iseng saja mba, sekalian uangnya untuk menambah uang jajan kesekolah, namun kalau untuk di seriuskan menjadi tukang becak, kami jelas tidak mau, sebab kami sudah memiliki cita – cita untuk menjadi orang yang sukses,” ujar Andi bersamaan dengan ketiga rekannya. (Febri).